Minggu, 17 Februari 2013

HAKIKAT CINTA



HAKIKAT CINTA
Oleh: Hozaimah

Hakikat cintaku hanya untukMU
Selamanya,,,,,,,,,,,,,,,,
Sampai dunia tak berbentuk
Sehingga aku menemukan kehidupan yang pasti, (oza awan senja)

            Cinta itu seperti misteri kata Sabrina, datang dan pergi tanpa permisi. Kamu tak perlu mencarinya karena cinta akan datang dengan sendirinya. Kamu tak dapat membelinya karena cinta tak dapat dihargai. Cinta akan lahir dengan sendirinya tanpa kita ketahui kapan dan tanpa kita ketahui kepada siapa ia akan hinggap. Seperti yang kita ketahui bahwa cinta itu akan hinggap pada siapapun yang dikehendakinya, namun cinta itu hanya bisa dirasakan, tak bisa disentuh dengan tangan, tapi disentuh oleh perasaan.
            Berbicara cinta, memang takkan habis untuk dibicarakan. Karena cinta bagaikan sumber mata air yang terpancar dari dalam perut bumi kemudian mengalir pelan dan lembut menuju lembah yang dituju. Dengan air pula manusia bisa hidup dan kuat menjalani hidupnya, tak hanya itu tumbuhan yang keringpun bisa subur jika disirami air secukupnya. Begitu juga dengan kita sebagai manusia, merasakan bahwa cinta itu adalah sumber kebahagiaan dan sumber inspirasi hidup, karena tanpa cinta manusia hidupnya takkan damai. Kedamaian ada karena terciptanya cinta dan kasih sayang antar sesama mahluk Tuhan. Hati yang keraspun bisa berubah menjadi lunak lantaran siraman cinta yang kuat terus menerus menyiraminya. Cinta itu juga kadang membingungkan karena kita tak bisa memahami sebenarnya apa yang akan dikatakan oleh cinta lewat bahasanya. Apakah itu cinta sejati yang bersemayam dalam hati atau cinta buta.
            Cinta yang sejati selalu membawa pertumbuhan. Cinta bukan bersifat posesif yang obsesif. Artinya, cinta bukanlah keinginan memiliki yang dilandasi motivasi yang salah, yitu hanya untuk menyenangkan diri sendiri. Yang dimaksud dengan pertumbuhan adalah bahwa cinta itu membawa kebaikan bagi orang yang sedang mencintai dan bagi orang yang dicintai. Cinta tidak membuat seseorang tertekan, dipaksa untuk mencintai, atau mengorbankan sesuatu secara salah dengan alasan cinta. Namun, apabila ada seseorang yang memaksakan kepada kita untuk mencintainya dan membuat seseorang tertekan bahkan mengorbankan sesuatu secara salah dengan alasan cinta, maka itu adalah cinta buta. Karena cinta yang buta tak memandang sesuatu apapun yang terjadi baik itu buruk maupun itu baik. Sehingga mereka hanya menginginkan kepuasan nafsu semata.
            Lalu, apa sih hakikat atau makna terdalam dari cinta?
            Untuk memulai memahami hakikat cinta, perlu ditelusuri terlebih dahulu makna-makna yang berkaitan dengan kata “cinta”. Kamus bahasa indonesia mengartikan cinta sebagai perasaan suka, sayang, kasih, terpikat, rasa ingin memiliki, rasa rindu, hingga sikap rela melakukan apapun terhadap sesuatu atau seseorang. Bila disederhanakan, makna cinta dalam bahasa indonesia adalah perasaan yang dimiliki terhadap sesuatu untuk memiliki, mendapatkan, perasaan utnuk dapat bersama-sama, sehingga melahirkan sikap patuh, bahkan bersedia melakukan apa pun untuk memperoleh apa yang diinginkan.
            Dalam tradisi bahasa Yunani, misalnya paling tidak ada lima istilah tentang cinta, yaitu:
1.                  Ephithymia (sensual love) adalah cinta yang bermakna “tidak berjumpa maka tak sayang”. Cinta jenis ini berkisar pada penggunaan indera untuk menimbulkan libido.
2.                  Eros dipahami sebagai dorongan (motivasi) untuk bersatu dengan sesuatu atau seseorang yang menarik. Eros tidak sekadar muncul dari rangsangan atau dorongan seksual belaka. Meskipun unsur ephithymia masih dikategorikan dalam eros, namun tak selamanya keduanya menyatu. Dalam bahasa kini istilah ini lebih dikenal dengan ungkapan “dunia milik kita berdua, yang lain hanya menyewa kepada kita.”
3.                  Storge merupakan bentuk “kasih sayang sosok ibu”, yakni kasih sayang antara orang tua dan anak meski cinta model ini juga berlaku di luar ikatan keluarga, seperti ikatan teman dan persahabatan.
4.                  Philia atau cinta persahabatan, adalah cinta yang dilandasi kesamaan pemikiran, ide, selera, hobi, juga kepentingan. Bahkan, kategori cinta ini bisa muncul karena perbedaan-perbedaan yang ada.
5.                  Agape adalah kategori cinta yang tidak lagi memperhitungkan untung dan rugi. Cinta ini benar-benar murni dan tak bersyarat. Cinta agape tak mengenal timbal balik, tetapi suatu pengorbanan tanpa pamrih karena cintanya mutlak. Di sini keinginan untuk dicinta bisa saja ada, tetapi tidak dimutlakkan. (Sabrina Maharani, Filsafat Cinta)
Cinta menurut bahasa adalah suka atau kebalikan dari benci. Dalam bahasa Arab terdapat kata: al-hub, al-hib, al-mahabbah, al-mawaddah, dan al-widad. Semua kata ini mempunyai arti yang sama, yakni “cinta”. Demikian pula kata al-hub dan al-mawaddah adalah kata yang sangat dalam artinya ketika mengungkapkan ciri-ciri cinta yang positif dan sesuai syari’ah. (Mahmud Muhammad An-Naku’, Cinta dan Keindahan dalam Islam)
Boleh jadi cinta juga didefinisikan sebagai hubungan indah dan istimewa antara seseorang dengan yang dicintainya, baik manusia maupun selain manusia. Dengan selain manusia ini, maksudnya hubungan khusus serta penuh cinta dengan Penciptanya, sebagaimana diungkapkan dalam al-Qur’an berikut yang artinya:
“...Maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya.” (QS. Al-Maa’idah [5]: 54).
            Cinta tidak hanya terbatas pada hubungan dua jenis manusia yang berbeda saja, namun cinta dapat dikembangkan dan ditanamkan pada berbagai obyek, baik kepada sesama muslim, dalam lingkungan keluarga, dalam hubungan antara penguasa dan rakyat, bahkan dapat ditebarkan kepada non-muslim. Lebih jauh lagi cinta dapat ditebarkan kepada alam semesta, baik berupa binatang, tumbuh-tumbuhan, maupun mahluk lain ciptaan Allah. Inilah yang telah dikaruniakan oleh Allah di bumi ini berupa cinta tersebut.
            Terlepas dari semua kecintaan yang disebutkan di atas, ada yang utama dan paling utama untuk kita cintai ialah Allah. Dialah yang memberikan cinta kepada manusia, menebarkan cinta di dunia sehingga manusia satu dengan manusia yang lainnya dapat saling mengenal, kemudian membentuk sebuah keluarga. Allah adalah pemilik cinta itu, Dialah satu-satunya tempat yang pada-Nya cinta itu bermuara agar keiindahan dan kesempurnaannya tercepai. Cinta yang diiringi ridha oleh Allah ialah cinta yang akan memberikan dampak positif, dan akan terpancar dalam diri manusia, sehingga dia bisa menjalankan cinta itu sesuai dengan fitrah cinta.
            Orang yang lagi jatuh cinta akan bahagia jika cintanya bersambut. Sebaliknya, akan menderita jika tawaran cintanya tidak mendapat balasan. Begitulah cinta, mahluk Tuhan yang paling misterius yang jarang sekali orang akan menikmati keramahannya. Sebaliknya, ada banyak orang yang terluka karena salah memahami cinta.  Pesan cinta yang damai saling menghargai, dan menyayangi dalam mengarungi hidup dan kehidupan ini ternyata begitu sulit tercapai.
            Hakikat cinta yang semestinya dirasakan manusia sebagai karunia Tuhan justru menjadi malapetaka ketika manusia merusak nilai cinta itu sendiri. Terlebih jika mereka berpandangan bahwa mencintai berarti harus memiliki. Mencintai harus menodai kesucian diri maupun orang yang dicintai. Hakikat cinta yang seharusnya menjunjung tinggi nilai-nilai agama, mengangkat harkat kemanusiaan, dan mengedepankan ahlak terpuji, entah kenapa kini seringkali ternoda oleh nafsu berlumur dosa. Akhirnya, cinta dan nafsu pun berjalan seiring, tanpa ada pembatas. (M. Hilmi As’ad, Hakikat (sebuah novel religius)). Cinta yang semacam itulah yang harus dihindari dari para remaja, pelajar dan mahasiswa saat ini. Agar tidak terpuruk masa depannya.
Cinta itu karunia, fitrah. Berbahagialah orang yang telah dirahmati cinta. Sengsaralah orang yang tidak memiliki cinta. Dan celakalah orang yang mempermainkan cinta dengan sesuatu yang berbau maksiat. Maka, jangan sekali-kali mempermainkan cinta, dan janganlah berlebih lebihan dalam memberikan cinta, dan jangan berlebihan pula jika membenci seseorang, seperti yang disebutkan dalam hadis Nabi Muhammad Saw. Yang artinya:
“Cintailah kekasihmu sekadarnya saja. Siapa tahu suatu saat nanti orang yang kau cintai itu menjadi orang yang kamu benci. Bencilah musuhmu itu sekadarnya saja. Siapa tahu suatu saat nanti orang yang kamu benci itu menjadi kekasihmu.”
            Menurut Ibnu Arabi, cinta selalu identik dengan ketulusan dan kesucian dari segala sifat, sehingga tidak ada tujuan lain selain keinginan bersama yang dicintai (Allah). Hakikat cinta tertinggi dalam Islam adalah cinta kepada Allah dan Rasul-Nya, serta keinginan untuk senantiasa dekat dengan-Nya.
Allah SWT berfirman, “Katakan (wahai Muhammad) jika kalian benar-benar mencintai Allah, maka ikutilah aku, niscaya Allah mencintai kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS. Ali-Imron: 31).
Dalam sebuah hadis qudsi, Allah berfirman kelak pada hari kiamat, “Di manakah orang-orang yang bercinta kasih karena keagungan-Ku. Pada hari ini (di Padang Mahsyar) Aku menaunginya dalam naungan-Ku, di saat tiada naungan kecuali naungan-Ku” (HR. Muslim). (http://www.lazuardibirru.org)
            Manusia yang mencintai Allah ialah manusia yang selalu senantiasa patuh dan tunduk terhadap perintah dan menjauhi segala laranganNya. Mencintai manusia lainnya karena Allah dan membenci karena Allah pula. Barang siapa yang telah ikhlas cintanya kepada Allah itu dengan menaati segala perintah-Nya karena iman, ibadah, dan tuntutan perilakunya, maka ia telah mencapai salah satu tujuan cinta ruhani. Cinta inilah yang akan meningkatkan derajat perilaku seseorang, maka setiap ucapan dan perbuatannya sebagai ketaatan kepada-Nya. Yang demikian ini juga diantara ciri amal shalih atau kebajikan yang meliputi segala hal. Allah berfirman yang artinya: Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah.” (QS. Al-Baqarah [2]: (165).
            Perlu diingat bahwa Allah adalah pencipta manusia. Dia pula yang telah memuliakannya dengan akal, menjadikannya khalifah di muka bumi, melimpahkan nikmat lahir dan bathin, dan menundukkan segala sesuatu di langit dan di bumi baginya. Karena itu, atas semua nikmat inilah ia harus mencintai penciptanya, kemudian memperlihatkan cinta ini dengan perilaku yang menegaskan kepatuhan atas semua aturan-Nya dan atas kitab serta Rasul-Nya.
            Cinta yang membuahkan hasil itu adalah cinta yang diupayakan seorang muslim melalui ilmu, kesungguhan, dan kesabarannya, atas segala derita hidup. Dengan demikian, ia akan menjadi hamba yang pandai bersyukur serta cinta kepada Allah dan Rasul-Nya. Dalam surat At-Taubah terdapat ayat panjang yang menegaskan bahwa inti cinta itu adalah ketika mencintai Allah dan Rasul-Nya:
“Katakanlah: jika bapa-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum keluarga, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah samapai Allah mendatangkan keputusan-Nya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasiq.”
 (QS. At-Taubah [9]: 24).
Allah memberikan akal kepada manusia agar mereka berfikir, karena dengan berfikir dia akan memperoleh ilmu, dengan ilmunya itulah maka dia mengetahui hakikat cinta, dan menjalankan cinta sesuai dengan fitrah cinta itu sendiri. Yaitu, cinta yang dijalankan sesuai dengan ridha Allah. Sehingga dapat memberikan timbal balik yang positif terhadap penggunanya.
Cinta jika dijaga dengan baik, maka dia akan berkembang dengan baik. Untuk itu, jagalah cinta kamu masing-masing dengan baik dan jangan berikan cinta itu kepada orang yang tak pantas kau berikan, berikanlah cinta itu kepada orang yang pantas untuk menerimanya, yaitu jodohmu kelak. Namun jangan lupa, hakikat cinta itu adalah cinta yang sejati yang tak ada putusnya sampai kamu mati, yaitu cinta kita kepada Allah dan Rasul-Nya.
Wallahu a’lam bisshowab..........................

Tidak ada komentar:

Posting Komentar